Rabu, 28 Juli 2010

Namaku Karyo ….


Hari ini untuk yang entah keberapa kalinya aku tak melihat mobil mewah itu terpakir dibawah pohon mangga yang telah renta. Dalam hati aku kembali bertanya…apakah dia sakit lagi??? Ataukah sedang ribut kembali dengan suaminya??? Ahhh tak tahulah, yang ku tahu memang sudah jadi kebiasaan baginya untuk tidak masuk kerja, apapun alasanya. Toh Si Bos juga gak pernah protes apalagi menegur. Sebab negara yang menggaji bukan Si Bos, apalagi aku. 
“Pak Karyo…….” sebuah suara mengagetkanku, ternyata Abdullah Si Anak kecil mungil yang selalu tersenyum  setiap menyapaku.
“Pak…nanti Pak Karyo mengajar di kelas saya ya, ya pak ya….” Sambil terus dia memegangi celana krem lusuhku.
“Maaf ya Dul…. Bapak gak bisa, pekerjaan bapak masih sangat banyak, bapak masih harus mengecat tembok, dan belum lagi membenahi tapa kantor yang bocor”
“Tapi pak, kita nanti yang ngajar siapa? Bu Suci tidak masuk lagi, bahkan sudah seminggu pak,  pada waktu bapak kecelakaan dia juga tidak masuk.
“Kami juga ingin belajar pak…”
“Kami jenuh hanya bermain di dalam kelas dan mengerjakan lembar-lembar LKS yang tak pernah dinilai, apalagi dibahas, kami bosan pak” kembali Abdullah merengek
“Hanya bapak diantara sekian orang disini yang bisa mengajak kami bercanda dan tertawa”
Aku menangis dalam hati, dan sangat mustahil untuk aku keluarkan linangan air mata ini, Kenapa batin ini selalu berperang dengan kenyataaan. Kenapa hal yang sangat sepele tak mampu aku lakukan kepada mereka. Yaaaa sepele menurutku namun sangat istimewa buat mereka. Karena buat mereka tak perlu menghafal angka-angka logaritma seperti layaknya anak-anak kota, sebab mereka hanya tinggal di sudut desa. Hanya kasih sayang dan perhatian penuh yang dapat menguatkan mereka.
“Aku ingin sekali nak …. menularkan ilmu-ilmu yang kumiliki meski tak seberapa karena aku yakin akan sangat berguna bagi kalian” aku hanya dapat bergumam dalam hati dan menangisi keadaanku dan hal itulah yang selalu terjadi berulang kepadaku.
Namun aku selalu sadar siapa aku ini, aku hanya seorang kecil yang tak memiliki 18 digit angka dibawah namaku. Mereka hanya biasa memanggilku Karyo. Tanpa imbuhan Bang, Mas, Om apalagi Bapak. Hanya anak-anaklah yang memanggilku dengan sebutan yang spesial ditempat ini.
 28 Juli adalah hari ini dan tepat beberapa tahu yang lalu, aku sempat mencoba menawarkan ilmuku pada anak-anak desa itu. Dan aku sangat menikmatinya sama halnya dengan mereka. Kuajarkan mereka hal-hal baru yang belum pernah mereka kenal bahkan akupun juga belum pernah mengenalnya. Luar biasa…akupun berhasil. Padahal tak pernah aku bayangkan sebelumya aku mampu menjadi pribadi yang tepaut 20 tahun dari ragaku.
Tapi apa yang aku dapatkan??? Rasanya itu adalah hal yang sangat tak pantaas untuk kalian ucapkan, harga diri kalian terlalu tinggi untuk mengatakan hal-hal serendah itu . dan akupun kembali tersadar. Aku memang hanya seorang Karyo tanapa embel-embel abjad apapun didepan dan belakang namaku, apalagi 18 digit angka dibawah nama. Berbeda jauh dengan mereka, pribadi dengan embel-embel didepan dan belakang nama. Bahkan kolom-kolom identitaspun hingga tak muat.
Dan hari ini 28 Juli 2010 aku kembali teringat dengan waktu itu, sebuah cerita kesakitan yang membuatku kuat,karena aku hany ingin melihat anak-anak itu selalu  tersenyum menatap masa depan mereka.
 Dan kini tersenyumlah nak…. Unit-unit gedung baru telah menunggu. Masa depan kalian masih panjang tidakkah kalian melihat pohon Krisan dibekas pondasi renta itu? Dahulu ketika kemarau tiba kita selalu menyiraminya bersama.  Mengambil air dengan bersusah payah dari sumur milik tetangga. Menjaganya dari rumput-rumput liar diantara belukar.Dan kini lihatlah dia telah tumbuh besar, sebesar cita-cita dan harapan kalian yang akan selalu mekar.
“Pak Karyo…..” aku tersontak sedikit kaget
“Pak aku masuk dulu pak….” abdulah berpamitan  kepadaku
Ya nak… dan aku tidak janji kalau aku akan mengajar kalian hari ini. Kalian tunggu saja hingga Bu Suci datang. Sambil cemberut Abdullah berlari pada kelasnya di ujung utara tepatya di samping tempat yang tak layak dikatakan sebagai sarana MCK.
Akupun berlalu, tak terasa setetes air mata telah berada di sudut mata

0 komentar:

Posting Komentar